Rabu, 30 Desember 2009

investasi etis bebas pencucian uang dalam etika bisnis

Investasi Etis Bebas Pencucian Uang
Karakteristik Investasi Etis
Beberapa perusahaan melakukan pemilihan investasi hanya berdasarkan geografis dan keuangan serta mereka menyarankan agar perusahaan sebaiknya melakukan bisnis dengan tingkat etika yang tinggi. Namun ada juga investasi etis yang melakukan pemilihan investasi berdasarkan kombinasi dari negatif maupun positif karakteristik dari investasi. Dalam menentukan karakteristik positif maupun negatif, perusahaan tersebut melakukan evaluasi secara regular karena banyak hal yang masih menjadi perdebatan dalam menentukan “baik” atau “buruk” investasi.
Beberapa karakeristik dari investasi yang positif, misalnya:
• Perusahaan atau investasi yang menyuplai kebutuhan dasar kehidupan bagi masyarakat.
• Perusahaan yang menjaga ketersediaan energi bagi kebutuhan masyarakat.
• Perusahaan yang menjaga kelangsungan kehidupan lingkungan di sekitarnya dan mengontrol polusi yang mungkin terjadi akibat pembuangan atau limbah.
• Memiliki hubungan baik dengan penyedia barang dan memberlakukan pegawai dengan baik tanpa adanya diskriminasi.
• Perusahaan yang terlibat langsung dengan komunitas masyarakat.
Beberapa karakteristik dari investasi yang negatif misalnya:
• Perusahaan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan atau mengakibatkan polusi.
• Mengeksploitasi penggunaan binatang untuk keperluan yang tidak penting.
• Perusahaan manufaktur senjata maupun perusahaan yang menjualnya.
• Perusahaan rokok dan produk beralkohol.
• Perusahaan perjudian maupun pornografi.

Siapa yang Menentukan Ini?
Investasi etis lebih banyak dikategorikan sebagai “art” daripada “science“. Mengapa demikian? Karena masalah terbesar dalam menentukan etis atau tidaknya sebuah investasi sangat dipengaruhi oleh pandangan individunya. Bagi sebagian orang mungkin saja karakteristik perusahaan yang memproduksi rokok adalah tidak “etis”, namun bagi sebagian lagi adalah investasi yang etis.
Apakah etis ini lebih didasari oleh perilaku atau perspektif seseorang terhadap sebuah investasi? Hal inilah yang menjadikan beberapa perusahaan lebih suka memakai sebutan “socially responsible investing“.
Dengan demikian, untuk mengatakan suatu investasi etis atau tidak, harusnya kita perlu memandang lebih dalam, bukan hanya sekadar pandangan terhadap instrumen investasinya, tapi juga melihat segi etis dan moral proses investasinya.
Sebagai contoh, asal usul uang yang digunakan untuk investasi perlu dipertimbangkan. Ini berhubungan dengan kriteria “pencucian uang” sebagai investasi yang tidak etis. Pencucian uang (money laundering) sangatlah merugikan bukan hanya bagi masyarakat tapi lebih dari itu merugikan Negara.
Pencucian Uang
Secara sederhana, pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh criminal organization, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup dan tindak pidana lainnya.
Tujuan menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut, agar dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang ilegal.
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan seruan yang berkaitan dengan tindakan “pencucian uang”. Hal ini berkaitan dengan dikeluarkannya UU No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam proses seseorang atau sebuah perusahaan melakukan pencucian uang, biasanya dilakukan dalam tiga tahap yang umumnya dilakukan agar kegiatan tidak etis atau unethical conduct ini dapat berlangsung dengan aman.
Tahap pertama adalah langkah penempatan. Uang yang dihasilkan dari kejahatan mula-mula ditempatkan pada lembaga keuangan atau digunakan untuk membeli aset.
Tahap kedua adalah langkah pelapisan, tindakan ini dilakukan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana tersebut. Proses ini biasanya dengan memindahkan dana dari satu bank ke bank lain atau dana tersebut dijadikan agunan untuk mendukung usaha yang sah.
Tahap ketiga adalah langkah penggabungan. Pada tahap ini uang haram tadi sudah dapat digabungkan dengan aset lainnya melalui sistem keuangan yang sudah ada, yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi atau bisnis melalui sistem keuangan yang legal.
Dari proses pencucian di atas, banyak uang haram yang biasanya tunai ditempatkan pada sektor perbankan. Dengan diberlakukannya UU No. 15 tahun 2002, mengenai tindak pidana pencucian uang, maka sektor perbankan seharusnya lebih memperketat masuknya uang-uang kedalam perekonomian melalui bank.
Bank diharuskan melakukan proses mengenali nasabah (Know Your Customer / KYC principle), mengelola pencatatan rekening dengan baik, dan kewajiban untuk melaporkan transaksi yang “aneh” atau dicurigai. Dengan keharusan untuk melakukan itu semua, tahap awal penempatan dalam lembaga keuangan akan meningkatkan terdeteksinya transaksi tersebut.
Tindakan yang sering dilakukan oleh pelaku kejahatan pencucian uang adalah dengan ber”kompromi” dengan pihak bank. Hal ini bisa saja terjadi bila pegawai bank ada yang KKN (khususnya kolusi- red) dan bekerja sama dalam melakukan tindakan pidana ini.
Peningkatan etika dan moral serta sistem di dalam bank maupun pada individual karyawan bank, tentunya akan semakin mempersulit pelaku pencucian uang untuk melakukan tindakan ini melalui lembaga keuangan. Namun, di Indonesia, hal ini masing sering terjadi misalnya pembobolan uang di bank BNI 46 senilai Rp. 1,7 triliun yang, bukan main dahsyatnya. Tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum termasuk pelanggaran tindak pidana pencucian uang.
Mulai dilaksanakannya upaya-upaya pencegahan pencucian uang melalui lembaga keuangan, dengan diberlakukannya prinsip mengenal nasabah, merupakan hal penting yang membuat pelaku menjadi kesulitan dan harus membayar lebih tinggi serta risiko tertangkap lebih tinggi dari sebelumnya. Namun, demikian pelaku tetap saja mencari jalan untuk dapat melakukan kejahatan ini. Alternatif lain yang bisa digunakan adalah melalui lembaga keuangan non bank.
Lembaga-lembaga tersebut termasuk di dalamnya, perusahaan asuransi, perusahaan efek, pengelola reksadana, bank custodian dan pedagang valuta asing. Semua lembaga ini berpotensi besar menjadi sarana bagi para pelaku kejahatan pencucian uang untuk melakukan hal tersebut. Berkaitan dengan hal ini maka setiap lembaga keuangan baik bank maupun non bank harus melakukan apa yang dikenal dengan prinsip mengenal nasabah yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga pengawas masing-masing perusahaan jasa keuangan.
Dalam hal pendataan, lembaga keuangan diharuskan menyimpan dokumen mengenai nasabah selama lima tahun setelah nasabah tersebut keluar dari lembaga keuangan. Dalam hal in yang dikatakan identitas antara lain adalah nama, alamat, jenis kelamin, umur dan pekerjaan.
Bagi mereka yang terlibat didalam proses pencucian uang, baik yang memiliki uang haram tersebut atau yang menerima atau menguasai penempatan uang tersebut, maka dapat dikenakan sanksi penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 ( lima belas tahun) dan denda paling sedikit Rp. 5,000,000,000 (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp.15,000,000,000 (lima belas milyar rupiah).
Dengan diberlakukannya UU No.15 tahun 2002 tetang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka ada banyak pihak terkait yang perlu bekerjasama untuk mengatasi kejahatan ini. Pencucian uang sangat mempengaruhi perekonomian sebuah Negara, baik dalam bentuk peningkatan gejolak pasar akibat hot money yang masuk keluar secara cepat, maupun kesulitan akibat dikucilkan dalam komunitas keuangan dunia. Upaya dari adanya investasi etis adalah melakukan tindakan investasi yang sesuai dengan moral dan etika berperilaku bisnis baik dari pihak investor maupun perusahaan. Peperangan melawan kejahatan pencucian uang memang harus melibatkan semua pihak, termasuk nasabah bank / lembaga keuangan non bank.
Semoga dengan diberlakukannya UU No.15 tahun 2002 dan implementasi secara serius dari KYC serta tindakan nyata lain sehubungan dengan itu, Indonesia dapat dikeluarkan dari daftar hitam kelompok Negara yang Non Cooperative Country / Territory yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering.
***
Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis.
Tulisan ini dibuat pada tanggal 3 April 2007 dan berada dalam kategori Artikel.

investasi produk dalam etika bisnis

Dari berbagai produk yang berkembangan belakangan di pasar global, satu produk bertumbuh dengan pesat. Produk ini diidentifikasi dengan produk investasi yang lebih ber-”moral” atau etis, biasa disebut Ethical Investment. Namun, apa sih sebenarnya definisi dari Ethical Investment atau kalau diterjemahkan investasi etis?
Secara umum, investasi etis melakukan alokasi atau investasi uang yang memberikan kontribusi positif kepada dunia dan meninggalkan perusahaan yang merusak dunia, baik masyarakat maupun lingkungan. Sering kali sulit bagi seorang investor individu untuk menentukan apakah investasi tersebut etis atau tidak. Oleh karena itu, investasi etis biasanya dikelola oleh sebuah perusahaan sekuritas.
Beberapa perusahaan yang mengelola investasi etis menghindari perusahaan atau industri yang memiliki aktivitas seperti rokok, judi, minuman beralkohol, penggundulan hutan, atau jual-beli senjata. Yang lain lebih mengutamakan pendekatan yang lebih proaktif, yaitu dengan memilih investasi yang terlibat dengan masalah perbaikan lingkungan (misalnya energi alternatif ramah lingkungan) atau bisnis yang mengutamakan hubungan sosial masyarakat.
Siapa Investasi Produk Ini?
Bila Anda termasuk yang khawatir dengan masalah lingkungan dan masalah-masalah lain di dunia, mungkin saja Anda termasuk yang tertarik dengan produk ini. Sebenarnya ada dua alasan utama untuk menginvestasikan dana Anda di investasi etis.
Pertama, Anda merasa sudah seharusnya keputusan untuk berinvestasi berkaca kepada pandangan serta kebiasaan Anda. Investasi etis memberikan kesempatan kepada Anda untuk melakukan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang Anda miliki.
Kedua, dengan melakukan investasi etis, Anda berharap dapat mempengaruhi perusahaan secara perlahan untuk meningkatkan etika berbisnisnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa uang membuat dunia berputar.
Bila perusahaan memahami bahwa tindakan yang tidak etis bisa membuat investor menarik investasinya, akan membuat perusahaan berpikir dua kali untuk melakukan hal-hal yang tidak etis.
Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis.
Tulisan ini dibuat pada tanggal 3 April 2007 dan berada dalam kategori Artikel.

pandangan terhadap etika bisnis

Pandangan terhadap etika bisnis

Friday, 30 January 2009 15:44


Etika bisnis dapat meliputi scope institusi maupun pribadi. Etika bisnis institusional berhubungan dengan pihak luar, agar tidak mengenai seseorang & topik abstrak dari etika perusahaan sebagai institusi.
Sebagai contoh adalah tanggung jawab sosial perusahaan, dari tingkat internasional, kita dapat berdebat secara deduktif berdebat kembali ke etika eksekutif individual yang memutuskan kebijakan perusahaan.

Sebaliknya etika bisnis perseorangan dimulai pada spektrum akhir yang berlawanan dari etika institusional, yaitu berhubungan dengan pembuat keputusan secara individu.
Kita dapat berdebat secara induktif dimulai dari concrete, terutama tingkat atas ke moralitas yang umum dari kebijakan-kebijakan perusahaan.
Etika bisnis perseorangan memiliki 2 asumsi. Pertama, perusahaan adalah sebuah kesatuan abstrak yang sah, dimana etika juga merupakan sesuatu yang abstrak.
Kedua, katrakter moral & sistem nilai perusahaan mencerminkan etika perseorangan & skala nilai dari tanggung jawab eksekutif secara individu bagi kebijakan perusahaan.

Pertama, kita akan memperlihatkan mengapa eksekutif-eksekutif memerlukan etika bisnis perseorangan terutama dengan keadaan dunia sekarang ini.
Kemudian kita akan membatasi sifat etika bisnis. Setelah bahan-bahan pengenalan ini, makalah ini akan memberikan argumentasi untuk etika bisnis perseorangan & eksekutif yang secara langsung meminta kepentingan mereka sendiri. Itu akan menghubungkan elemen-elemen teori manajemen dengan etika .
Dengan jalan istimewa itu akan menyambung teori motivasi karyawan dengan sebuah pertimbangan nilai-nilai, tipe-tipe karakter manajemen & tipe-tipe moral & gaya-gaya kepemimpinan manajemen dengan moralitas. Kemudian sebuah teknik praktek akan diterangkan yang akan membantu eksekutif-eksekutif mengaturkehidupan mereka lebih baik di bisnis & rasa etika.
Akhirnya, tulisan ini akan meyimpulkan dengan menjelaskan moral-moral ideal yang utama yang akan memandu eksekutif di pekerjaan & perkembangan mereka sebagai manajer & sebagai manusia.

Pertempuran-pertempuran baru eksekutif ini mempunyai karakter pribadi yang berbeda. Daripa tujuan bisnis yang tradisional yaitu memperbesar marjin keuntungan. - a rather pale & impersonal quest oleh perbandingan -, kita sekarang dapat melihat ego yang diperluas dari CEO yang ambisius yang terkunci dalam kemuliaan pribadi. Kita kelihatannya mempunyai lingkaran penuh dalam etika bisnis dengan sebuah pembalasan
Pada penelitian-penelitian terdahulu dari peranan etika dalam bisnis, disesali bahwa etika pribadi meliputi disiplin- dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi, tidak mengenai seseorang. Dalam posisinya sekarang kita mempunyai baik etika maupun ekonomi ditakklukkan oleh hukum pribadi yang terlalu tinggi dari supermen perusahaan yang bangga dengan ego super.
Eksekutif-eksekutif ini kelihatannya mempuntai kesulitan mempertimbangkan diri mereka sendiri menjadi hanya sekadar makhluk hidup dibawah hukum baik etika maupun ekonomi. Mereka kelihatannya memikirkan bahwa mereka dibawah baik dan buruk dan dibawah keuntungan dan kerugian.
Pada usia personalitas yang masih dini dalam etika bisnis, secara khusus sangat penting bagi seorang eksekutif yang penuh pemikiran untuk mendapatkan pandangan pribadi pada hubungan antara bisnis & etika dalam kehidupannya sendiri.
Sebuah cara yang baik dalam melakukan ini adalah mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut : Bisnis apakah yang dimiliki etika dalam bisnis?
Bisnis apakah yag bisnis miliki dalam etika ? Apakah ada keuntungan dalam etika bagi seorang eksekutif ? dan apakah moral menolong seorang eksekutif menjadi seorang manajer yang lebih efektif ?

Dalam uraian ringkas beberapa jawaban sementara untuk pertanyaan-pertanyaan ini, kita akan memusatkan perhatian pada relevansi pribadi langsung dari etika untuk eksekutif dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kami akan memperlihatkan bagaimana kemanusiaan mereka dan folosofi hidup bersinar melalui hubungan mereka dengan yang lain.
Untuk menetapkan sifat diskusi kita, berikut ini adalah sebuah perumpamaan oleh Peter Bamm, seorang penulis kontemporer Jerman dan fisikawan, berjudul Mengenang Rockefeller.
Rockefeller sudah mati. Pada suatu saat dia diduga pernah berbicara tentang dirinya, bahwa meskipun dia raja minyak di dunia, dia tidak cukup memiliki lemak untuk menggabungkannya. Tanda dari orang terkaya di dunia sangat dalam dan besar. Itu menempatkan dirinya sejajar dengan Diogenes.

Etika bisnis memang harus dihidupkan di perusahaan. Dalam kaitan ini, perusahaan yang bergerak di bidang konsultan mempunyai peran besar dalam pembentukan norma. Bagaimana perusahaan konsultan menegakkan etika bisnis?
Kemal A. Stamboel, Managing Partner Kemal Stamboel & Partners yang berasosiasi dengan konsultan besar dunia Price Waterhouse Coopers (PWC) menjelaskan lika-liku bisnis konsultan dan upaya untuk menegakkan etika dan transparansi di perusahaan. Simak berbagai pandangannya:

“Perusahaan konsultan internasional seperti PWC mempunyai standar yang bersifat global. Mereka yang berkonsultasi akan mendapatkan standar yang sama di berbagai negara. Perusahaan yang telah memiliki standar akan dikenal reputasinya, baik sebagai brand, isi pelayanan, kualitas orang, dan output orang-orangnya.
Pendekatan standar dengan kualifikasi, bukan “asal-asalan”. Perusahaan konsultan sangat menjunjung tinggi kualitas pemikiran. Keunggulan perusahaan terletak pada knowledge management.
Misalnya, bagaimana memberdayakan dan meningkatkan pengetahuan dengan program yang jelas. Upaya ini memerlukan usaha yang tidak kecil.

Untuk membangun reputasi, perusahaan konsultan sangat menjunjung etika. Oleh karena itu jarang perusahaan konsultan yang beriklan secara berlebih.
Agar reputasi tetap terjaga, perusahaan konsultan memiliki beberapa kriteria. Kami menolak klien yang berisiko tinggi, walaupun dia menyediakan banyak uang.

Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan.
Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut.
Salah satu etika perusahaan konsultan adalah menjaga kerahasiaan klien. Bisa saja perusahaan konsultan menangani dua perusahaan dalam industri yang sama, tetapi kerahasiaan masing-masing perusahaan akan tetap terjaga.
Perusahaan yang satu tidak dapat memanfaatkan perusahaan yang lain. Setiap perusahaan mempunyai penyelesaian masalah, sehingga nantinya bisa berkompetisi satu dengan yang lainnya.

Perusahaan konsultan mempunyai value dan memberikan rekomendasi yang akan dilaksanakan kliennya. Misalkan, ada etika, perusahaan tidak mempekerjakan pegawai anak-anak.
Di luar negeri, ada pembatasan hubungan berdagang dengan perusahaan-perusahaan yang tidak menjunjung etika berdagang yang baik. Kami juga menyarankan, perusahaan jangan mengambil keuntungan yang berlebihan dengan cara menipu konsumen.

Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan.
Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi.

Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya.
Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.

Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya.
Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.

Usaha jasa konsultan mungkin tidak terlepas dari penyimpangan. Padahal bisnis ini perlu dilandasi reputasi dan persepsi.
Oleh karena itu bila ada persepsi negatif jangan diremehkan. Dalam menghadapi masalah, perusahaan jangan defensif, tetapi melakukan aksi pembenahan ke dalam.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya transparansi antara lain; Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.
Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja. Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.

B. Perilaku Asertip

Perilaku asertip bukan berarti seseorang sempurna. Sikap asertif merupakan ungkapan, gagasan, perasaan, pendapat, dan kebutuhan seseorang secara jujur dan wajar, tidak dibuat-buat.
Pakar perilaku, Astrid french, dalam bukunya yang berjudul ” Interpersonal Skill ” bahwa perilaku asertif akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjadi apapun yang menjadi haknya.

Sebagai contoh keseharian perilaku asertif adalah sebagai berikut ; dalam menaiki jenjang karir salah satu yang dihadapi adalah bagaimana membangun sikap yang tegas, tetapi tidak ditafsirkan menyerang orang lain.
Bisa berkata tidak, tanpa melukai siapapun. Asertifitas ini bukan sekedar bicara, tapi lebih luas lagi:
Bagaimana tindakan kita sehari hari dalam berhubungan dengan orang di sekeliling kita? Bagaimana ciri-ciri perilaku asertif, yang letaknya diantara submisif dan agresif itu? Inilah penjelasannya.
Orang yang mempunyai perilaku submisif berkecenderungan menerima dan bahkan menyerah pada semua hal yang terjadi, sekalipun yang dihadapi buruk adanya. Yang menonjol dari perilaku ini adalah tidak mampu mengatakan "Tidak" pada kondisi dimana ia harus menyatakan "tidak".
Jelas perilaku seperti ini menimbulkan berbagai masalah baik bagi dirinya sendiri maupun orang-orang lain yaitu: tidak dapat dijadikanpartner kerja yang baik dan sulit untuk berkembang.
Orang dengan perilaku seperti ini akan selalu menghadapi berbagai hambatan dan selalu melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat menjatuhkan aktivitasny
Bagaimana mengenai perilaku agresif? Perilaku agresif mempunyai pengertian yang bertolak belakang dari perilaku submisif.
Perilaku agresif cenderung untuk tidak melihat atau tidak mempertimbangkan kepentingan orang lain.
Apa pun yang menjadi keinginannya itulah yang harus dilaksanakan. Dengan demikian, orang yang berperilaku demikian akan menemui berbagai kesulitan pada waktu bekerja secara tim.
Kalaupun dipaksakan cenderung melakukan banyak kesalahan yang pada akhirnya menghambat kariernya sendir
Dan inilah yang dimaksud dengan perilaku asertif.
Perilaku asertif dibandingkan dengan kedua perilaku di atas (submisif dan agresif) berada di antara keduanya, yaitu perilaku yang dapat menyatakan "Ya" dan "Tidak" sesuai pada kondisi yang terjadi.Orang yang memiliki perilaku asertif ini cenderung dapat bekerja sama dan dapat berkembang untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
Pada perilaku ini tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga ia dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya, yang memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya secara strategis, terarah, dan terkendali mantap
Ketiga perilaku dasar tersebut selalu berdampak langsung terhadap perkembangan diri dan berbagai aktivitas yang dijalankannya. Di sini terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku yang dimiliki dengan tindakan yang dilakukan.
Seperti halnya orang yangberperilaku submisif cenderung tidak memfokuskan diri pada perkembangan dirinya berdasarkan kemampuan yang dimiliki; mereka akan mengikuti apa saja yang menjadi keinginan pimpinan, keinginan keluarga, atau keinginan masyarakat.
Apabila kita menyimak secara mendalam penjabaran di atas, maka terlihat bahwa perilaku asertifmerupakan pilihan utama yang patut dikembangkan dalam upaya memperlihatkan citra diri berkualitas.
Perilaku asertif berarti adanya sikap tegas yang dikembangkan dalam berhubungan dengan banyak orang dalam berbagai aktivitas kehidupan.
Dalam artian, ia dapat mengambil keputusan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional, meledak-ledak, atau berperilaku buruk lainnya. Ia menegakkan kemandiriannya tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain. Ketegasanpenuh kelembutan, ketegasan tanpa arogansi, itulah ciri asertif.

Lebih jauh lagi perilaku asertif membuat seseorang merasa ertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya endiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai einginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil etap memperhatikan juga pendapat orang lain.
Citra dirinya akan terhat sebagai sosok yang berpendirian dan tidak terjebak pada ksploitasi yang erugikan dirinya sendiri. Dengan demikian, akan imbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar erhadap pemantapan eksistensi dirinya di tengah-tengah khalayak uas.
Membangun Perilaku Asssertive
Kehadiran seorang teman memiliki arti tersendiri bagi kita semua. erhubungan dengan orang lain dengan beranggapan bahwa mereka adalah eman sampai pada batas-batas tertentu, dapat membantu kita untuk elalu bersikap ramah, terbuka, dan memperhatikan kehadiran mereka. esemuanya dapat kita manfaatkan secara positif dalam rangka engembangkan perilaku asertif dalam aktivitas sehari-hari, karena engan menerima kehadiran orang lain terlebih dahulu kita pun dapat embuat mereka memahami keberadaan kita.
Dalam membangun assertivitas terdapat beberapa pendekatan yang dapat ditempuh. Salah satunya adalah Formula 3 A, yang terangkai dari tiga kata yaitu Appreciatio , Acceptance, Accommodating:

Appreciation berarti menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran orang lain, dan tetap memberikan perhatian sampai pada batas-batas tertentu atas apa yang terjadi pada diri mereka.
Mereka pun, seperti kita, tetap membutuhkan perhatian orang lain. Dengan demikian, agar mereka mau memperhatikan, memahami, dan menghargai diri kita, maka sebaiknya kita mulai dengan terlebih dahulu menunjukkan perhatian,pemahaman, dan penghargaan kepada mereka.

Acceptance adalah perasaan mau menerima, memberikan arti sangat positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang, yaitu menjadi pribadi yang terbuka dan dapat menerima orang lain sebagaimana keberadaan diri mereka masing-masing.
Dalam hal ini, kita tidak memiliki tuntutan berlebihan terhadap perubahan sikap atau perilaku orang lain (kecuali yang negatif) agar ia mau berhubungan dengan mereka.
Tidak memilih-milih orang dalam berhubungan dengan tidak membatasi diri hanya pada keselarasan tingkat pendidikan, status sosial, suku, agama, keturunan, dan latar belakang lainnya.
Terakhir adalah accomodating. Menunjukkan sikap ramah kepada semua tanpa terkecuali, merupakan perilaku yang sangat positif. Keramahan senantiasa memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada semua orang yang kita jumpai.
Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka, yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan kondisi yang kita hadapi, tanpa meninggalkan kepribadian kita sendiri.
Dalam artian, kita dapat memperlihatkan toleransi dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita jadi ikut lebur dalam pandangan orang lain, apalagi dengan hal-hal yang bertentangan dengan diri kita.
Hal ini penting sekali untuk diperhatikan agar kita mampu menempatkan diri secara benar di tengah khalayak luas, sekaligus membina saling pengertian dengan banyak orang.
Formula 3 A merupakan pedoman untuk memperlihatkan asertivitas berdasarkan empati dalam rangka membina hubungan baik dengan banyak vorang, dengan asumsi bahwa orang lain pun mempunyai hak dan kesempatan yang sama seperti kita.
Oleh karena itu, kita dapat mengemukakan hak pribadi, namun janganlah kita melupakan untuk memperhatikan hak orang lain pula.
Asertivitas harus didukung oleh kemampuan untuk berargumentasi secara logis dan konstruktif, yaitu bahwa ia mampu untuk menjalankan pilihannya secara konsekuen dan bertanggung jawab.
Bagi kita yang merasa perlu untuk tampil secara asertif diharapkan dapat mengevaluasi diri dengan memperhatikan elemen-elemen yang bermanfaat untuk peningkatan asertivitas dengan berpatokan pada formula 3 A.
Sosok pribadi yang mampu mengembangkan perilaku asertif ini secara memadai, tentu akan terhindar dari berbagai permasalahan yang acap kali menghadang gerak maju dalam pencapaian performansi prima. (Zoeparmas)

etika dalam bisnis

Sumber : Tjukria P. Tawaf

ETIKA BISNIS
Pelaku bisnis seringkali terbentur pada banyak pilihan, dan yang paling sulit adalah bila harus berhadapan dengan upaya menyeimbangkan antara tujuan bisnis yang terlihat jelas, yaitu keuntungan finansial dengan etika.
Etika bisnis sangat berkepentingan untuk menyeimbangkan keduanya, mencegah terjadinya benturan kepentingan satu dengan lainnya. Untuk itu hanya dengan kesadaran pelaku bisnis saja etika bisnis bisa dilakukan. Karena lain sekali pendekatan hukum, yang bersifat memaksa dengan pendekatan etika yang lebih menekankan pada kesadaran dari pelakunya.
Etika bisnis sangat berkaitan dengan keuntungan jangka panjang, jadi buat pengusaha yang berpikiran jangka pendek sangat sulit sekali memahami etika bisnis ini, apalagi bila keuntungan finansial telah didepan mata.
Bisnis yang tak beretika itu sangat berkaitan pula dengan kondisi perusahaan dan kondisi orang-orang yang ada dalam perusahaan. Dalam hal ini maka perilaku korupsi yang termasuk perilaku melakukan kecurangan, karena melakukan yang bukan semestinya patutlah ditelaah.
Penerima sogokan atau koruptor menerima sesuatu yang bukan haknya, sedangkan yang melakukan sogokan, kalau dia instansi, maka cenderung juga untuk menjadi koruptor, karena uang yang dikeluarkan dari perusahaannya untuk menyogok juga biasanya tidak dibukukan pada pos pembukuan yang sebenarnya. Dalam hal ini terbuka peluang untuk penyogok juga mengambil sebagian dari uang yang digunakan untuk menyogok tersebut. Praktek-praktek seperti ini kerap terjadi dalam dunia bisnis.
Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
1. Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
2. Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
3. Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
4. Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
5. Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
6. Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
7. Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
8. Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
9. Kehendak berbohong, main curang dan mencuri akan meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang dirasakannya sangat penting.
10. Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk berlaku tidak jujur.

Pendapat lain lagi yang menguraikan bagaimana seseorang berbuat curang, berbohong atau mencuri dalam melaksanakan pekerjaannya, diungkapkan oleh G. Jack Bologna B.B.A dan Robert J. Linquist B. Comm. CA dalam bukunya yang berjudul Fraud Auditing and Forensic Accounting, menyatakan adanya 25 alasan, yaitu :
1. Yakin bahwa dia lolos.
2. Berfikir ia benar-benar sangat memerlukan atau mengingini uang atau barang yang ia curi.
3. Merasa frustasi atau tidak puas mengenai beberapa aspek dari tempat kerjanya.
4. Merasa frustasi atau tidak puas mengenai beberapa aspek dari kehidupan pribadinya tidak ada kaitannya dengan pekerjaannya.
5. Merasa disalah gunakan oleh atasannya dan ingin membalas dendam.
6. Gagal mempertimbangkan konsekwensi yang harus dicapai.
7. Berfikir orang lain melakukan penyimpangan mengapa saya tidak.
8. Berfikir : "Ah ini kan begitu besar, diambil sedikit kan tidak akan ada bekasnya".
9. Tidak tahu bagaimana mengelola uang yang ada ditangannya, sehingga selalu bocor dan siap dicuri.
10. Merasa bahwa merusak organisasi adalah tantangan dan bukan malah keuntungan ekonomi semata-mata.
11. Pada masa kanak-kanak kehilangan perlakuan ekonomis, sosial atau berbudaya.
12. Mengkompensasikan kehampaan yang diderita dalam kehidupan pribadinya dan ia memerlukan cinta, kasih sayang dan sebuah persahabatan.
13. Tidak memiliki pengendalian pribadi (self control) dan ingin keluar dari tekanan.
14. Yakin bahwa seorang teman ditempat kerja telah menjadi korban penghinaan atau penyalah gunaan atau telah diperlakukan secara tidak adil.
15. Terus terang malas dan tidak mau bekerja keras mencari penghasilan untuk membeli yang ia inginkan atau yang ia perlukan.
16. Tempat bekerja mempunyai organisasi pengendalian intern yang sangat lemah, sehingga setiap orang tergoda untuk mencuri.
17. Melihat tak seorangpun dihukum karena melakukan penyimpangan didalam organisasinya.
18. Melihat bahwa banyak orang yang tertangkap melakukan penyimpangan karena kebetulan saja bukan karena hasil audit atau hasil pola pengamanan. Oleh karena itu perasaan takut tertangkap bukan alat pencegah untuk melakukan penyimpangan.
19. Merasa tidak didorong untuk mendiskusikan masalah pribadi atau masalah keuangan sewaktu bekerja atau mencari nasihat dan berkonsultasi dengan pimpinan mengenai masalah tersebut.
20. Berpendapat bahwa pelanggaran adalah gejala situasi (situational phenomena). Setiap pelanggaran mempunyai kondisi yang mendahuluinya sendiri dan setiap pelanggaran mempunyai alasannya.
21. Berpendapat bahwa melanggar karena alasan kemanusiaan dan hayalannya membenarkan.
22. Merasa tidak akan dihukum oleh atasannya sekedar mencuri, menyalahi atau menggelapkan.
23. Berpendapat manusia itu lemah dan cenderung mudah berbuat dosa.
24. Berpendapat bahwa atasannya juga tidak bermoral, tidak punya etika dan tidak punya semangat.
25. Cenderung menipu atasannya. Kalau atasan berbuat curang mengapa mereka tidak berbuat serupa.

Kajian yang lebih mendalam ternyata hal-hal itu disebabkan secara intern oleh gaya manajemen, disamping oleh keadaan sosial masyarakatnya.
Dalam praktek sehari-hari sering ditemui bahwa kecurangan, penggelapan dan pencurian di satu organisasi lebih menonjol dibandingkan dengan organisasi yang lain. Untuk mengatasi berbagai persoalan yang dikemukakan diatas, maka kajian yang perlu sekali di sampaikan kepada masyarakat bisnis Indonesia adalah, seharusnya kita memulai bisnis dengan dasar etika yang baik.
Dengan demikian maka untuk menekan terjadinya tindak kecurangan dalam berbisnis, baik secara intern maupun terhadap masyarakat bisnis dan masyarakat luas maka perlu ditegakannya etika bisnis yang benar.
Etika adalah prinsip moral atau nilai, yang harus mendasari pelaksanaan bisnis di Indonesia ;
1. Kejujuran,
Bersikap benar, tulus, jernih, langsung, hati terbuka, tidak menipu, tidak mencuri, tidak berbohong, tidak memperdayai dan tidak melenceng.
2. Integritas,
Bersikap berprinsip, terhormat, adil, berani dan bertindak dengan dorongan penuh, tidak bermuka dua, atau bertindak menuruti hawa nafsunya, atau membenarkan suatu filosofi tanpa memperhatikan prinsipnya.
3. Mematuhi janji,
Bersikap penuh kepercayaan, memenuhi janji, mematuhi komitmen, berpegang pada surat perjanjian, tidak mengintrepretasikan perjanjian secara tidak masuk akal baik hal teknis maupun masalahnya dalam rangka merasionalkan tindakan-tindakan yang menyimpang.
4. Loyalitas,
Bersikap jujur dan loyal kepada keluarga, teman, atasan, klien, dan negara. Tidak mengungkapkan informasi rahasia, dalam konteks profesional, harus mampu menjaga kemampuan membuat pertimbangan profesional dengan berusaha menghindari pengaruh buruk dan konflik kepentingan.
5. Keadilan,
Bersikap adil dan pikiran terbuka, berniat menghapus kekeliruan, dan kalau memang diperlukan mau mengubah pendirian, menunjukan komitmen terhadap keadilan, berlaku sama terhadap orang lain, menerima dan bertoleransi terhadap perbedaan, tidak memanfaatkan kesalahan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
6. Kepedulian pada orang lain,
Bersikap peduli, baik hati, dan berbelas kasihan, berbagi rasa, bersikap memberi, bersikap melayani orang lain, memberi pertolongan jika dibutuhkan dan tidak merugikan orang lain.
7. Menghargai orang lain,
Menunjukan penghargaan atas kemuliaan manusia, personalitas, dan hak atas setiap orang; Bersikap ramah dan wajar, memberikan informasi yang dibutuhkan orang lain untuk membuat keputusannya sendiri; tindak merintangi orang lain.
8. Menjadi warga yang bertanggung jawab,
Menaati hukum, jika hukum tidak adil proteslah secara terbuka; melaksanakan semua hak-hak dan tanggung jawab demokrasi melalui partisipasi (pemungutan suara dan pengungkapan pendapat), kesadaran sosial dan pelayanan masyarakat; jika berada dalam posisi memimpin atau memiliki otoritas, memakai proses demokrasi secara terbuka dalam pengambilan keputusan, menghindari penyembunyian informasi jika tidak diperlukan, dan menjamin bahwa setiap orang mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk membuat pilihan yang tepat dan melaksanakan hak-hak mereka.
9. Mencapai yang terbaik,
Berupaya menjadi yang terbaik dalam setiap hal, dalam memenuhi tanggungjawab perorangan dan profesional, bersikap rajin, masuk akal, dan bertanggung jawab ; melaksanakan seluruh tugas sesuai kemampuan terbaik, mengembangkan dan memelihara tingkat kompetensi yang tinggi, memberi dan menerima informasi dengan baik; tidak melakukan hal-hal yang tidak berharga ; tidak selalu memperhitungkan biaya.
10. Ketanggung-gugatan.
Bersikap bertanggung jawab, menerima tanggung jawab pengambilan keputusan, memahami lebih dulu konsekuensi tindakan, dan dalam meberikan contoh pada orang lain. Orang tua, guru, atasan, para profesional, dan pegawai negeri mempunyai kewajiban khusus untuk memberikan contoh, untuk melindungi dan meningkatkan integritas dan reputasi keluarga, perusahaan, profesi dan pemerintah; secara etis, individu akan menghindari hasil kerja yang tidak memadai, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perilaku yang tidak memadai.

sasaran etika bisnis

Sumber : Tjukria P. Tawaf
SASARAN ETIKA BISNIS
Sasaran etika bisnis adalah membangun kesadaran kritis pelaku bisnis, bahwa bisnis adalah profit making activity, yang harus dicapai dengan cara-cara baik, tidak curang, tidak merugikan orang lain.
Keuntungan yang dicapai juga meliputi non financial profit, moral, citra, pelayanan, tanggung jawab sosial, integritas moral, mutu, kepercayaan. Meliputi juga keuntungan yang berjangka panjang.
Kita juga perlu mendorong bangsa membangun sistem ekonomi, sosial dan politik yang lebih baik dan lebih demokratis. Menjadikan hukum yang supermasi diatas kekuasaan. Pelaku yang ingin maju ikuti aturan main yang jelas, adil, rasional dan obyektif tanpa mengandalkan KKN.
Pemberdayaan masyarakat, ini juga perlu dikembangkan dalam ranga sasaran etika bisnis. baik secara individual maupun secara kelompok, seperti LSM dsb. Bila ada kecurangan, masyarakat harus berani dan bisa melakukan langkah-langkah koreksi dengan mengungkapkan pada yang berwenang.
Upaya penyebarluasan pemahaman, pelaksanaan, penghayatan terhadap pemasyrakatan etika bisnis ini perlu dilakukan dengan luas diseluruh tanah air.
Dengan demikian, bisnis sebagai suatu usaha yang ada dimasyarakat memerlukan pemuasan kepada semua pihak naik ekstern maupin intern.
Pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi :
• Pemerintah.
• Lembaga Keuangan dan Perbankan
• Pemasok.
• Distributor, agen dan pengecer.
• Pembeli atau konsumen.
Masyarakat sekitar perusahaan dan secara ridak langsung masyarakat luas.
• Sedangkan yang bekepentingan dan berada dalam organisasi perusahaan ;
• Para pemilik saham dan pemodal.
• Berbagai kelompok manajemen yang tak tergolong manajemen puncak.
• Para karyawan.
Etika bisnis yang sehat dibangun untuk memuaskan kepentingan semua pihak dengan cara-cara yang baik dan santun, tentunya akan menjalin hubungan yang baik pada semuanya.

RUMUSAN KEY SUCCESS FACTOR
Bila kita mencoba mengambil contoh pada sektor perbankan maka kedepan, disamping di sektor riil perlu sehat dan beretika maka perlu dibangun bank-bank yang baik, sehat dan prudent. Berdasarkan permasalahan – permasalahan industri perbankan Indonesia saat ini, maka key success faktor dapat dirumuskan misalnya sebagai berikut :

1. Adanya visi dan misi
Seperti yang dikemukakan oleh Robert G. Stemper dalam bukunya Consumer Banking Strategy, terdapat tujuh faktor kritis yang harus diperhatikan dalam Consumer Banking disebutkan bahwa "Penetapan visi dari menejemen puncak sangat dibutuhkan. Karena visi tersebut merupakan petunjuk arah atau merupakan gambaran bagimana kondisi dan bentuk bank di masa yang akan datang. Selain visi merupakan petunjuk arah akan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Bank. Disisi lain harus mencerminkan kebutuhan-kebuhan yang diinginkan oleh nasabah".
Selain itu dia juga mengungkapkan bahwa "Jika visi merupakan gambaran umum bagimana kondisi bank pada periode mendatang, misi lebih specifik lagi, yaitu mengindikasikan mengenai apa yang harus dilakukan dalam hal ini adalah pemerolehan keuntungan dari pemenuhan kepuasan nasabah. Misi merefleksikan what the customer is buying-satisfaction-and seguests that this won’t happen in free economy unless the suplier makes a profit. Akan tetapi terdapat beberapa implikasi dari misi yang akan diekspliotasi.
Ungkapan tersebut menunjukan bahwa visi dan misi manajemen bank merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk perkembangan suatu bank. Dengan visi yang jelas yang diterjemahkan dalam misi tentunya akan men-drive bank kearah yang sehat. Dengan adanya kejelasan arah tersebut akan menimbulkan terjadinya kesepahaman dan komitmen dari pihak stake holder dan nasabah dalam pengelolaan suatu bank karena meningkatkan nilai moral dan hazard dari beberap pihak.
Untuk itu, visi dan misisi harus dikomunikasikan kepada semua pihak dan dalam pembuatannya harus memperhatikan kondisi lingkungan, penggalian isu dari bawah perlu diperhatikan sehingga feed back atas pelaksanaannya dapat diperoleh dalam rangka penentuan visi pada periode berikutnya. Disamping itu pembuatan misi harus dititik beratkan pada kepuasan nasabah dan besarnya keuntungan perusahaan (bank) yang akan dicapai. Dengan demikian akan terjadi sutau proses yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, dimana hal ini akan secara langsung dapat menjamin perkembangan bank yang wajar dan sehat.

2. Ketepatan pemilihan bentuk, jumlah jaringan bank.
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa :
• Kepuasan yang didapatkan oleh nasabah, terletak pada saat mereka berhubungan/berinteraksi dengan bank pada saat melakukan transaksi sebagimana diungkapan oleh Robert G. Stemper, yang menyebutkan bahwa "Customer interaction is the key to the business ".
• Drs. Sukristono, juga mengungkapkan bahwa "Masalah intern bank yang lainnya pada saat ini adalah masalah sistem penyampaian produk dan jasa bank kepada nasabah". Disamping dia juga menyebutkan bahwa "hampir sebagian besar aspek perencanaan strategis berfokus pada pemasaran. Kegiatan – kegiatan lainnya seperti keuangan, sumber daya manusia, logistik dan lainnya hanya bersifat sebagai faktor pendukung. Hal ini didasarkan atas pengertian bahwa pasar perbankan merupakan suatu hubungan antara golongan nasabah dengan kelompok produk dan jasa-jasa yang ditawarkan oleh perbankan".
• Disisi lain sebagai akibat krisis perbankan, terdapat beberapa bank yang di tutup atau dibekukan usahanya dan terdapat beberapa bank yang menutup jaringannya karena proses restrukturisasi dalam usaha efisiensi.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan fungsi jaringan merupakan salah satu alat dalam memuaskan kebutuhan nasabah. Sedangkan disisi lain, perlu disadari bahwa pengadaan jaringan tidak terlepas dari besarnya nilai investasi yang akan ditanamkan, yang pada akhirnya menambah nilai ATMR berikut risiko lainnya. Tentunya besarnya jumlah jaringan akan memperluas span of controlnya.
Oleh karena itu ketepatan pemilihan bentuk, jumlah dan letak akan jaringan (cabang, cabang pembantu, kantor kas, ATM, Merchant dll) harus disesuaikan dengan kondisi (jumlah, letak ) atau tingkah laku nasabah dalam bertransaksi dan dalam batas control yang memadai. Sehingga pola pelayanan dan operasinya dapat memuaskan kebutuhan nasabah, mendatangkan keuntungan dan dapat meminimalkan tingkat resiko yang akan terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa ketepatan pemilihan bentuk, letak dan jumlah jaringan merupakan salah kunci sukses suatu bank pada saat ini.

3. Tingkat kesehatan
Seperti yang kita ketahui bahwa bank merupakan salah satu lembaga penghubung (intermediere) antara unit surplus dan defisit, dimana dalam pengelolaannya tidak terlepas dari derajat kepercayaan para nasabah kepada bank. Disisi lain tingkat pengetahuan nasabah terhadap kondisi perbankan semakin meningkat dan adanya penerapan prinsisp keterbukaan oleh pemerintah atas kondisi keuangan suatu bank, merupakan suatu tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh manajemen bank dewasa ini. Sehingga kondisi keuangan/kesehatan suatu bank dapat tercermin pada laporan keuangannya dan pada akhirnya mempengaruhi opini masyarakat akan kondisi bank tersebut yang bertindak sebagai control sosialnya.
Disisi lain tingkat kesehatan bank juga sangat menentukan dalam perkembangan operasi perbankan pada periode berikutnya, dalam hal pemberian ijin pembukaan cabang/jaringan, penutupan bank , peningkatan status operasional perbankan dan keikut sertaan dalam proses kliring serta kegiatan-kegiatan lainnya yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Dengan demikian, tingkat kesehatan bank merupakan salah satu kunci sukses, dalam pengelolaan suatu bank. Mengingat hal ini sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat (terutama deposan) pada bank tersebut dan perkembangan bank pada periode berikutnya.

4. Adanya inovasi tepat guna dan berhasil guna
Seperti yang diungkapkan oleh Robert G. Stemper bahwa "survival requires innovations, dimana perubahan peraturan di industri perbankan terjadi dengan cepat dan disisi lain bank harus lebih menfokuskan pada nasabah bukan hanya pada peraturan. Apabila terjadi perubahan akan berakibat berubahnya lingkungan bisnis yang secara langsung akan merubah keinginan nasabah, mengingat nasabah lebih berpengalaman dan mempunyai sifat menuntut".
Sedangkan disisi lain tingkat kompetisi di dunia perbankan yang sangat tajam. Sehingga untuk menjawab tantangan tersebut, pihak manajemen bank harus melakukan inovasi dalam memenuhi kebutuhan nasabahnya. Mengingat bank akan ditinggalkan para nasabahnya apabila kebutuhannya tidak terpenuhi.
Agar supaya manajemen inovasinya berjalan dengan baik, unit khusus yang menangani tersebut perlu dibentuk dalam struktur organisasinya atau yang lebih di dengan sebutan R& D. Seperti yang yang dikemukakan oleh Drs. Sukristono menyebutkan bahwa " kegiatan R & D ini sesungguhnya tidak hanya mencakup pencarian produk baru dan penelitian pasar, akan tetapi juga mencakup penelitian kegiatan dan strategi pesaing, perkembangan lingkungan eksternal bank (ekonomi, sosial, politik, kebijakan-kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi dan lainnya) dan kondisi internal bank".
Dengan demikian inovasi yang dibuat dapat diaplikasikan dalam arti dapat memenuhi kebutuhan nasabah dan dapat memberikan hasil bagi bank. Sehingga dengan adanya inovasi tersebut, akan menimbulkan adanya competitive advantage dan dapat menciptakan image tersendiri bagi para nasabahnya yang pada akhirnya merupakan salah satu penujang dari perkembangan bank yang sehat dan wajar di masa mendatang.

5. Penguasan dan Aplikasi Tekhnologi informasi Yang Handal.
Peranan tekhnologi tak kalah pentingnya dalam kehidupan suatu masayarakat dan khususnya dunia perbankan. Mengingat dengan tehnologi tersebut, dapat mempermudah dan menjawab kesulitan-kesulitan yang ada dalam kehidupan. Dalam dunia perbankan, peranan tehnologi sangat besar artinya, terutama dalam kecepatan pemberian informasi baik yang bersifat keuangan maupun yang bersifat non keuangan, disamping itu tehnologi dalam dunia perbankan dapat dijadikan sebagai kepanjangan tangan (jaringan) dalam melayani nasabah (ATM & Merchant).
Oleh karena itu pengusaan dan aplikasi tehnologi informasi sangat mutlak dibutuhkan, jika menginginkan bank tersebut berkembang dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar supaya kebutuhan nasabah dan kebutuhan internnya dapat terpenuhi. Keputusan-keputusan yang diambil oleh manajemen bank dalam rangka menjalin hubungan dengan nasabah berjalan dengan cepat dan tepat karena didukung oleh data financial dan non financial yang akurat. Disisi lain keuntungan yang diperoleh adalah kegiatan operasi perbankan dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta dapat diterapkannya manajemen control yang baik.

6. Sumber daya manusia yang terlatih dan terpercaya
Peranan sumber daya manusia yang terlatih dan terpercaya juga penting sekali dalam menunjang kelangsungan hidup suatu bank. Mengingat dengan adanya sumber daya manusia yang terlatih dan terpercaya :
• Dapat mempermudah menjalin hubungan dengan nasabah, mempermudah pemenuhan kebutuhan nasabah karena adanya pemahamanan akan produk dan dan peraturan yang memadahi, sehingga nasabah memeproleh kepuasan dan adanya keuntungan bagi bank. Hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Robert G. Stemper yang menyebutkan bahwa "elemen manusia yang berupa contact staff yang merupakan variabel terpenting yang mengakibatkan adanya keuntungan dan terpenuhinya kepuasan".
• Mempermudah penerapan aplikasi teknologi
• Memperkecil terjadinya pemborosan, sehingga operasi bank dapat berjalan secara efisien.
• Menimbulkan tingkat inovasi, karena memperbesar nilai feed back dan input dari design sistem yang telah ada serta adanya temuan-temuan bisnis yang baru.

korupsi dan permasalahan etika bisnis

Sumber : Tjukria P. Tawaf
KORUPSI DAN PERMASALAHANNYA.
Bahwa kaitan dari etika bisnis yang parah ini tampak dari maraknya prkatek korupsi, baik di instansi pemerintah, swasta maupun lembaga-lembaga lainnya. Kesemua ini adalah suatu fakta yang tak terbantahkan. Berbagai institusi resmi dan LSM dalam dan luar negeri telah membuat berbagai data, bahasan dsb. Yang meyimpulkan betapa parahnya korupsi di negri ini. Kita semua merasakan bahwa korupsi terjadi hampir disemua bidang kegiatan. Dari mulai urusan pelayanan sosial masyarakat, pemerintahan, bisnis retail, bisnis bersekala sedang, menengah dan besar. Sampai-sampai hal itu sudah dianggap suatu hal yang biasa saja. Berarti moralitas masyarakat kita memang sudah biasa untuk melakukan sogokan untuk memperlancar urusannya.
Upaya pencegahan korupsi yang sudah berjalan selama ini dan bagaimana upaya untuk lebih mendorong keberhasilan pencegahan korupsi.
Telaah khusus yang dibuat BPKP menyebutkan bahwa, Instansi penegak hukum yang memegang tongkat komado pemberatasan korupsi sejak 1967 yaitu Kejaksaan Agung walupun telah bekerja maksimal, ternyata masih memberikan hasil yang menggembirakan masyarakat dan ironisnya Indonesia malah menduduki ranking pertama se-Asia untuk tingkat korupsi menurut versi Transparancy International per April 1999. Sedangkan aparat pengawasan fungsional lainnya mempunyai tugas pokok dan fungsi yang semata-mata tidak diarahkan untuk memberantas korupsi yaitu antara lain itwilprop, Itjen Departemen, BPKP, dan BEPEKA.
Usaha pemberantasan korupsi sebagai isu sentral perlu ditangani secara serius oleh suatu lembaga/badan yang khusus mengingat korupsi mempunyai karakter kompleks, canggih, dan ruwet serta memerlukan keakhlian tertentu menanganinya.
Urgensi perlu tidaknya suatu Badan Anti Korupsi (badan) masih menjadi perdebatan, akan tetapi BPKP tetap akan mengusulkan suatu Komisi atau Badan tersebut. Hal ini ini dudukung pula oleh bahasan Masyarakat Transparansi Indonesia, serta LSM lainnya.

undang2 etika bisnis

Sumber : Tjukria P. Tawaf
PENDAHULUAN
Pengalaman kita bernegara pada tiga dekade terakhir memperlihatkan masalah-masalah berat di berbagai bidang. Salah satunya adalah keadaan perekonomian yang menjadi demikian morat-marit meliputi berbagai seginya. Dari mulai rantai produksi, distribusi maupun finansial, serta lembaga intermediasi keuangan, seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya di negeri ini mengalami suatu tekanan dan masalah yang luar biasa hebatnya.
Bahwa kegiatan ekonomi ini, keseluruhannya dilakukan oleh manusia, sehingga bisa dikatakan bahwa sumber dari segala sumber persoalan yang muncul adalah kembali kepada kualitas manusia yang melakukan kegiatan perekonomian tersebut.
Konsepsi pengaturan perekonomian yang diatur oleh Undang-Undang Dasar negara yang berlaku, terpulang pula kepada kemampuan pengelolanya, baik di sektor pemerintah, swasta maupun koperasi. Sebaik apapun sistem itu dibuat, maka unsur kemampuan dan itikad baik dari penyelenggara negara dan penyelenggara perekonomian ini sangatlah menentukan keberhasilannya.
Kita telah menyaksikan drama ekonomi Indonesia, sebagai negara yang secara potensial sangat kaya namun telah terperosok pada jurang perekonomian yang bermasalah sangat berat.
Peluang usaha yang terjadi selama tiga dekade terakhir ternyata tidak membuat seluruh masyarakat mampu berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi yang tinggi. Perkembangan usaha swasta, diwarnai berbagai kebijakan pemerintah yang kurang pas sehingga pasar menjadi terdistorsi. Disisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan yang tidak sehat. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak pada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing. (Penjelasan UU No.5/99)
Merajalelanya praktek korupsi yang sudah sedemikian rupa sistemik-nya terjadi hampir disemua lapisan masyarakat. Boleh dikatakan bahwa ujung dari segala persoalan yang ada sekarang ini adalah persoalan korupsi.
Untuk mengatasi berbagai persoalan perekonomian beserta permaslahan yang ruwet ini telah dilahirkan Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, telah dijabarkan dalam UU Republik Indonesia No.28 tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.
Selanjutnya pula telah diundangkannya UU Republik Indonesia No.5 tahun 1999 tanggal 5 Maret 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. Hal ini merupakan landasan serta sekaligus dorongan untuk penciptaan dunia bisnis yang sehat, unggul yang bermoral. Kesemua ini dilandasi pemikiran harus berjalannya etika bisnis yang baik ditanah air. Untuk itulah semua kalangan perlu menciptakan dorongan lebih lanjut agar mencapai sasarannya.

membangun etika dalam bisnis

MEMBANGUN ETIKA DALAM BISNIS

Sumber : Tjukria P. Tawaf

SUATU CONTOH PERMASALAHAN PERBANKAN DI INDONESIA
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia, diantaranya adalah :

1. Kondisi Keuangan/Kesehatan Bank
Kondisi keuangan yang mencerminkan tingkat kesehatan bank di Indonesia pada masa sebelum krisis dan sesudah krisis adalah kurang baik. Hal ini terbukti :
• Sebagaimana disebutkan dalam Majalah Infobank No. 199 Edisi Juli 1996 Vol XIX, terdapat dua puluh bank yang belum mengumumkan laporan keuangannya seperti yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/5/UPPB tanggal 25 Januari 1995. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut, terjadi karena adanya kerugian yang cukup besar.
• Struktur keuangan bank di Indonesia khusus bank swasta nasional sangat rapuh, yang terjadi karena ekspansi yang dilakukan sangat berlebihan yang menyebabkan nilai kewajibannya sangat tinggi. Sampai dengan pertengahan tahun 1997, kegiatan perbankan secara umum masih berkembang dengan kecepatan tinggi. Mobilisasi dana masyarakat meningkat pesat sementara ekspansi kredit tetap kuat, terutama ke sektor properti. Dalam pengeloaan valuta asing meningkat tajam seperti tercermin pada memburuknya posisi devisa neto dan semakin besarnya rekening administratif dalam valuta asing perbankan selama tiga tahun terakhir.
• Perkembangan di atas menyebabkan tingginya kerentanan perbankan nasional terhadap guncangan-guncangan yang terjadi di dalam perekonomian. Melemahnya nilai tukar rupiah mengakibatkan kewajiban dalam valuta asing naik tajam sehingga mempersulit kondisi likuiditas perbankan. Hal ini diperburuk dengan kondisi debitur yang juga mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban valuta asing kepada perbankan. Besarnya kesulitan likuiditas pada akhirnya telah memicu terjadinya krisis pada perbankan nasional.
• Perkembangan selanjutnya semakin memperlemah tidak saja kondisi likuiditas tetapi juga aspek rentabilitas dan solvabilitas perbankan. Hal ini antara lain tercermin pada meningkatnya nonperforming loan dan turunnya return on assets (ROA).

2. Menurunnya Kepercayaan Masyarakat
Kondisi perbankan kemudian menjadi semakin rawan setelah munculnya penarikan simpanan dan pemindahan dana antarbank secara besar-besaran akibat semakin merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, khususnya sejak pencabutan izin usaha 16 bank pada awal November 1997.
Krisis perbankan berkembang semakin dalam dengan munculnya berbagai isu negatif mengenai kondisi perbankan nasional. Akibatnya, pencabutan izin usaha terhadap 16 bank dan program penyehatan perbankan lainnya yang semula ditujukan untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat justru memperburuk keadaan. Turunnya peringkat (rating) dan gambaran pesimis yang diberikan lembaga pemeringkat internasional kepada perbankan nasional juga telah mengakibatkan semakin merosotnya kepercayaan masyarakat, baik dalam maupun luar negeri, terhadap perbankan nasional.
Kepanikan masyarakat telah mendorong terjadinya penarikan-penarikan tunai dana perbankan yang cukup besar dan pemindahan dana dari bank-bank yang dianggap lemah ke bank-bank yang dinilai kuat. Sebagai akibatnya, beberapa bank yang sebelumnya tergolong sehat dan merupakan pemasok dana juga ikut terkena dampak krisis kepercayaan tersebut sehingga berubah posisinya menjadi peminjam dana di pasar uang antarbank.
Sementara itu, kredibilitas perbankan nasional juga menurun di luar negeri. Hal ini tercermin dari meningkatnya penolakan bank-bank internasional untuk melakukan transaksi valuta asing dan terhadap letter of credit yang diterbitkan bank-bank nasional.

3. Moral/Hazard
Rendahnya moral/hazard dari pihak-pihak yang berhubungan dengan bank, juga merupakan pemicu terjadinya krisis perbankan di Indonesia. Pihak – pihak yang berhubungan dengan bank diantaranya adalah Pemilik, Manajemen, Nasabah, pejabat pemerintah dan lainnya.
Moral sangat penting dalam dunia perbankan, mengingat karakteristik industri ini adalah kepercayaan dan beresiko. Rendahnya nilai moralitas mengakibatkan tidak dapat diterapkan sistem prudential banking dan terjadinya pelanggaran aturan yang ditetapkan yang merupakan salah satu unsur dalam sistem pengawasan. Prilaku seperti ini berakibat pada peningkatan resiko dan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat.
Contoh konrit pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam dunia perbankan seperti BMPK, kurang dipenuhinya persyaratan dalam pemberian kredit karena adanya uang sogokan dari nasabah, adanya surat sakti atau kreditur merupakan pihak yang terkait dengan bank, pemberian komisi-komisi atas penanaman dana, adanya pemberian tingkat suku bunga diatas suku bungan penjaminan, membuat kinerja bank semakin berisiko dan tidak berjalan dengan efisien. Pelanggaran seperti ini sering dilakukan oleh pihak pemilik dan manajemen bank serta nasabah bank .
Korupsi juga mempunyai dampak yang cukup significant terhadap industri perbankan. Seperti yang diungkapkan dalam Infobank No. 197, Edisi Mei 1996, Vol. XIX, disebutkan " menurut sejumlah pakar , berbagai pungutan liar itu membebani ekonomi nasional. Hal ini mendorong harga barang menjadi mahal dan akhirnya mebakar inflasi serta mendongkrak bunga menjadi lebih tinggi". Dengan tingkat suku bunga yang tinggi tentunya berdampak pada pengelolaan usaha perbankan menjadi tidak efisien.
Laporan BI akhir 1999 menyebutkan hal-hal sbb :

Laporan BI memperlihatkan betapa masalah rekayasa terhadap asset bank sangatlah parah (Perkembangan Proses Penyelesaian Aset 16 Bank Dalam Likuidasi/BDL)
Total Aset 16 BDL menurut nilai buku per 31 Oktober 1997 yaitu pada saat bank-bank tersebut dilikuidasi berjumlah Rp13,9 triliun. Sebesar Rp11,5 triliun diantaranya merupakan nilai kredit sebelum dikurangi cadangan penghapusan, yang sebagian besar tergolong kredit bermasalah (non performing loan).
Selanjutnya, sampai dengan bulan September 1999, terdapat pencairan aset BDL sebesar Rp2,4 triliun sehingga nilai buku. aset BDL menjadi Rp11,5 triliun. Namun demikian diperkirakan hanya sekitar 45-50% dari aset BDL tersebut yang dapat dicairkan/ditarik, hal ini diakibatkan adanya pemberian kredit tanpa jaminan yang jelas sehingga sulit untuk diperoleh pencairannya, perolehan aset yang nilainya telah di-mark-up oleh pemilik/pengurus bank, dan terdapatnya aktiva tidak berwujud.
Dari sisi pasiva, Bank Indonesia menyediakan dana talangan untuk pembayaran simpanan dana para nasabah BDL sebesar Rp5,6 triliun. Dana talangan tersebut telah dialihkan kepada Pemerintah sebesar Rp5,3 triliun, setelah dikurangi jumlah yang berhasil ditagih oleh Tim Likuidasi. Sampai dengan bulan September 1999, dari hasil pencairan aset yang berasal dari penagihan kredit dan penjualan aktiva tetap serta inventaris bank, sebagian digunakan untuk mengangsur pengembalian dana talangan Pemerintah sebesar Rp0,4 triliun sehingga sisa dana talangan perposisi September 1999 sebesar Rp4,9 triliun. Sementara itu Tim Likuidasi terus mengupayakan penjualan aset serta penagihan kredit macet BDL untuk melunasi kewajiban BDL lainnya.

Rendahnya realisasi pencairan aset BDL disebabkan berbagai kendala antara lain :
(i) sulitnya menjual aset BDL yang sebagian besar merupakan properti baik berupa harta tetap milik bank maupun agunan kredit;
(ii) sebagian kredit yang tergolong bermasalah karena pengikatan hukum terhadap barang jaminannya sangat lemah disamping nilai jaminan yang diserahkan kepada bank tidak mencukupi;
(iii) dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengeksekusi penagihan kredit dan pencairan aset sehingga hasil penjualan bersih tidak mencapai jumlah yang diinginkan;
(iv) Tim Likuidasi tidak memiliki kewenangan hukum yang cukup kuat seperti BPPN, sehingga setiap proses penagihan kredit maupun pencairan aset harus menempuh prosedur hukum yang penyelesaiannya memakan waktu lama.
Mengingat masa tugas Tim Likuidasi masih beberapa tahun lagi (selambat-lambatnya
tahun 2002), diharapkan dalam jangka waktu tersebut upaya penagihan aset/kredit yang dapat digunakan untuk mengembalikan dana Pemerintah dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu akan dilakukan intensifikasi tugas

5. Lemahnya Sistem Pengawasan
Kelemahan manajemen terlihat antara lain dari belum efektifnya pengawasan intern bank dan sistem informasi yang relatif terbatas sehingga pelaksanaan self-regulatory banking yang telah dicanangkan dalam beberapa tahun terakhir belum berkembang dengan baik. Hal ini tercermin dari adanya banykanya pelanggaran terhadap ketentuan kehati-hatian meningkat, kecukupan likuiditas dan permodalan perbankan menurun drastis, dan ketergantungan perbankan kepada bantuan likuiditas dari Bank Indonesia naik tajam.
Kelemahan ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang pada perbankan sehingga mendorong peningkatan risiko kegagalan perbankan. Lebih dari itu, kelemahan tersebut juga mendorong pemberian kredit yang terkonsentrasi hanya kepada beberapa debitur, khususnya pada individu/kelompok usaha yang terkait dengan bank. Konsentrasi kredit tersebut telah mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap kelangsungan usaha debitur dimaksud sehingga krisis yang juga melanda usaha debitur telah memperburuk kinerja perbankan secara keseluruhan.

Sementara itu, belum jelasnya mekanisme penyelesaian bank-bank bermasalah, khususnya exit mechanism, telah menimbulkan moral hazard yang mengarah pada perilaku mengambil risiko tinggi di kalangan perbankan. Tidak adanya sistem penjaminan terhadap simpanan masyarakat telah mengharuskan bank sentral memberikan jaminan terselubung (implicit guarantee) atas kelangsungan hidup suatu bank untuk mencegah kegagalan sistemik dalam industri perbankan. Selain itu, pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia masih kurang efektif terutama karena lemahnya law enforcement dan kurangnya independensi bank sentral. Hal ini diperburuk dengan masih terbatasnya informasi yang tersedia bagi masyarakat mengenai kondisi keuangan suatu bank sehingga kontrol masyarakat terhadap perkembangan perbankan tidak berjalan dengan semestinya.


ETIKA BISNIS DAN MASALAHNYA
Bahwa keadaan tersebut diatas bisa dikatakan berawal dari masalah besar dalam dunia bisnis kita diberbagai sektor kegiatan yang ternyata diliputi oleh berbagai tindakan yang mencerminkan rendahnya etika bisnis. Bahwa istilah KKN juga berkaitan dengan pelanggaran etika bisnis yang sangat elementer. Rasa malu, sudah dirasakan hampir tidak ada. Semua dilihat dari keuntungan materi, finansial yang sangat berjangka pendek. Karenanya praktek bisnis seperti ini sangat mencerminkan kerakusan dan menghasilkan produk yang tidak kompetitif dan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan output yang dihasilkan sangat tidak efesien. Secara lebih rinci bisa dilihat, antara lain sebagai berikut ;
Rendahnya Kejujuran. Hal ini banyak terjadi dalam perjalanan kegiatan dunia usaha di negeri kita. Banyak pelaksana bisnis yang mengutamakan keuntungan fiansial dalam jangka pendek, sehingga mengabaikan kejujuran. Tidak bersikap benar, tulus, jernih, langsung, hati terbuka. Dalam langkah bisnisnya cenderung menipu, mencuri, berbohong, memperdayai konsumen, pelanggan, maupun pemerintah.
Tidak memiliki Integritas. Dalam melakukan bisnisnya prinsip utamanya hanya uang dan untung jangka pendek, sehingga langkah yang dilakukannya tidak terhormat, tidak adil, berani dan bertindak dengan dorongan penuh muslihat dan tipu daya dan hawa nafsu dan bermuka dua.
Tidak Mematuhi janji. Dalam bersikap tidak mampu bersikap penuh kepercayaan, tidak mampu memenuhi janji, mematuhi komitmen dan tidak berpegang berpegang pada surat perjanjian, seringkali mengintrepretasikan perjanjian secara tidak masuk akal, baik masalah policy maupun hal teknis dalam rangka upaya merasionalkan tindakan-tindakannya yang menyimpang untuk keuntungan sendiri.
Loyalitas kepada keuntungan jangka pendek, Loyalitasnya hanya kepada keuntungan jangka pendek, dalam hal ini uang. Sehingga sangat terdorong untuk bersikap tidak jujur dan tidak loyal kepada keluarga, teman, atasan, klien, dan negara. Dia akan dengan sangat mudah mengungkapkan informasi rahasia, baik dalam konteks profesional, ataupun teknis, sehingga dia tak mampu menjaga pertimbangan profesional dengan tidak berusaha menghindari pengaruh buruk dan konflik kepentingan.
Tidak mampu berbuat adil. Dalam Bersikap cenderung untuk tidak adil dan pikirannya terfokus pada dirinya sendiri, tidak berniat untuk menghapus kekeliruan, dan mau menang sendiri, komitmennya hanya terhadap dirinya dan usahanya saja. Tidak mampu berlaku sama terhadap orang lain, tidak mau menerima dan bertoleransi terhadap perbedaan, sering kali memanfaatkan kesalahan orang lain untuk mendapatkan keuntungannya sendiri.
Tidak peduli pada orang lain. Bersikap tidak peduli, dan kurang berbelas kasihan, tidak mau berbagi rasa, tidak bersikap memberi, melayani orang lain, memberi pertolongan, terutama pada yang bukan kelompok usahanya, ataupun mengabaikan kepentingan masyarakat banyak
Tidak menghargai orang lain. Tidak Menunjukan penghargaan atas kemuliaan manusia, personalitas, dan hak atas orang. Bersikap kurang ramah dan kurang wajar, tidak mau memberikan informasi yang dibutuhkan orang lain untuk membuat keputusannya sendiri; sehingga cenderung merintangi orang lain.
Kurang tanggung jawab. Cenderung untuk tidak menaati hukum, hukum cederung digunakan untuk kepentingan dan keuntungannya sendiri. Cederung pula mengakali hukum.Dalam tindakannya cenderung otoriter, tidak mau melaksanakan semua hak-hak dan tanggung jawab demokrasi melalui partisipasi (pemungutan suara dan pengungkapan pendapat), kesadaran sosial dan pelayanan masyarakat. Jika berada dalam posisi memimpin atau memiliki otoritas, tidak menggunakan proses demokrasi secara terbuka dalam pengambilan keputusan, cenderung pula untuk menyembunyikan informasi, tidak transparan.
Cenderung tidak berupaya untuk mencapai yang terbaik, Berupaya menjadi yang terbaik dalam konteks yang salah, artinya yang penting terkenal. Sehingga dalam memenuhi tanggungjawab perorangan dan profesional, tidak bersikap rajin, cenderung malas-malasan, dalam tindakannya seringkali tidak masuk akal, dan kurang tanggung jawab ; melaksanakan tugas dengan ogah-ogahan. Menyerahkan saja pada orang lain dan tidak mampu mengendalian orang-orangnya. Seringkali melakukan dan bertindak untuk hal-hal yang sia-sia.
Tidak memiliki ketanggung-gugatan. Bersikap tidak bertanggung jawab, tidak mau menerima tanggung jawab terhadap keputusannya, tidak memahami lebih dulu konsekuensi tindakan, dan tidak meberikan contoh pada orang lain.
Tidak untuk melindungi dan tidak ada upaya untuk meningkatkan integritas dan reputasi keluarga, perusahaan, profesi dan pemerintah. Seringkali melempar tanggung jawab, apalagi bila menyangkut pada kerugian yang bersifat finansial.


KONDISI INTERNAL PERUSAHAAN YANG BERMASALAH
Kondisi masyarakat sangat berinteraktif pula dengan kondisi badan usaha yang melakukan kegiatannya di masyarakat. Dalam hubungan ini patut di konstantir kondisi intern perusahaan-perusahaan yang sering menimbulkan kecurangan dan pelanggaran terhadap etika bisnis adalah sebagai berikut ini :
1. Pengendalian internnya tidak ada, lemah atau terselenggara longgar.
2. Penempatan pegawai yang kurang mempertimbangkan integritas dan kejujurannya. (Koncoisme, Klik-isme)
3. Untuk mencapai tujuan dan sasaran, keuangan para pegawai berada dibawah tekanan yang sangat berat, diperlakukan buruk, sangat diperas tenaganya dan diperlakukan kasar.
4. Model manajemennya sendiri korup (KKN), tidak efisien atau tidak
menunjukkan kemampuan.
5. Pegawai yang dipercaya, yang menjadi pengelola perusahaan, mempunyai problema pribadi yang tidak kunjung terselesaikan, misalnya masalah keuangan, masalah kehidupan keluarganya, kecanduan obat, judi atau mempunyai selera mahal.
6. Ruang usaha, atau area bisnis dimana perusahaan itu bergerak, merupakan bagian yang secara historis atau tradisional terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme.
7. Perusahaan mengalami saat buruk, seperti kehilangan pasar, kerugian yang besar, produk atau jasa yang dihasilkan sudah ketinggalan zaman.
Untuk membangun dan menciptakan dunia usaha yang sehat, unggul dan bermoral perlu interaksi positif antara dunia usaha, dunia bisnis antara perilaku bisnis yang baik dan sistem ekonomi politik yang kondusif. Disamping adanya perangkat hukum dan perundang-undangan maka diperlukan pembinaan dan tumbuh kembangnya etika bisnis yang benar.

etika bisnis yang harus dimiliki perusahaan

ETIKA BISNIS YANG HARUS DIMILIKI PERUSAHAAN
Written by Endang Sungkawati
Saturday, 05 December 2009

Salah satu aspek yang sangat populer dan perlu mendapat perhatian dalam dunia bisnis ini adalah norma dan etika bisnis. Etika bisnis selain dapat menjamin kepercayaan dan loyalitas dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan, juga sangat menentukan maju atau mundurnya perusahaan.
Etika, pada dasarnya adalah suatu komitmen untuk melakukan apa yang benar dan menghindari apa yang tidak benar. Oleh karena itu, perilaku etika berperan melakukan ‘apa yang benar’ dan ‘baik’ untuk menentang apa yang ‘salah’ dan ‘buruk’. Etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan perusahaan. Mengapa demikian? Karena semua keputusan perusahaan sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pemilik kepentingan. Pemilik kepentingan adalah semua individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan. Ada dua jenis pemilik kepentingan yang berpengaruh terhadap perusahaan, yaitu pemilik kepentingan internal dan eksternal. Investor, karyawan, manajemen, dan pimpinan perusahaan merupakan pemilik kepentingan internal, sedangkan pelanggan, asosiasi dagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum, kelompok khusus yang berkepentingan terhadap perusahaan merupakan pemilik kepentingan eksternal. Pihak-pihak ini sangat menentukan keputusan dan keberhasilan perusahaan. Yang termasuk kelompok pemilik kepentingan yang memengaruhi keputusan bisnis adalah: (1) Para pengusaha/mitra usaha, (2) Petani dan pemasok bahan baku, (3) Organisasi pekerja, (4) Pemerintah, (5) Bank, (6) Investor, (7) Masyarakat umum, serta (8) Pelanggan dan konsumen.
Selain kelompok-kelompok tersebut di atas, beberapa kelompok lain yang berperan dalam perusahaan adalah para pemilik kepentingan kunci (key stakeholders) seperti manajer, direktur, dan kelompok khusus.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas pemilik kepentingan sangat tergantung pada kepuasan yang mereka peroleh.. Oleh karena loyalitas dapat mendorong deferensiasi, maka loyalitas pemilik kepentingan akan menjadi hambatan bagi para pesaing.” Ingat bahwa diferensiasi merupakan bagian dari strategi generik untuk memenangkan persaingan .
Selain etika dan perilaku, yang tidak kalah penting dalam bisnis adalah norma etika. Ada tiga tingkatan norma etika, yaitu:
(1) Hukum, berlaku bagi masyarakat secara umum yang mengatur perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hukum hanya mengatur standar perilaku minimum.
(2) Kebijakan dan prosedur organisasi, memberi arahan khusus bagi setiap orang dalam organisasi dalam mengambil keputusan sehari-hari. Para karyawan akan bekerja sesuai dengan kebijakan dan prosedur perusahaan/organisasi.
(3) Moral sikap mental individual, sangat penting untuk menghadapi suatu keputusan yang tidak diatur oleh aturan formal. Nilai moral dan sikap mental individual biasanya berasal dari keluarga, agama, dan sekolah. Sebagaiman lain yang menentukan etika perilaku adalah pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Kebijakan dan aturan perusahaan sangat penting terutama untuk membantu, mengurangi, dan mempertinggi pemahaman tentang etika perilaku.
Siapakah pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika dalam perusahaan? Pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu:
(1) Manajemen Tidak bermoral. Manajemen tidak bermoral didorong oleh kepentingan dirinya sendiri, demi keuntungan sendiri atau perusahaan. Kekuatan yang menggerakkan manajemen immoral adalah kerakusan/ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen tidak bermoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji di bawah upah minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta, dan sebagainya (Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura Formation, 1996, hal. 21).
(2) Manajemen Amoral. Tujuan utama dari manajemen amoral adalah laba, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Yang terjadi pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu conoth dari manajemen amoral adalah penggunaan uji kejujuran detektor bagi calon karyawan.
(3) Manajemen Bermoral. Manajemen bermoral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer bermoral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku.
Menurut pendapat Michael Josephson, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu:
(1) Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-sungguh, terus-terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong.
(2) Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat, dan dapat dipercaya.
(3) Memeliharan janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, tidak menginterpretasikan persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalitas dengan dalih ketidakrelaan.
(4) Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan negara, tidak menggunakan atau memperlihatkan informasi rahasia, begitu juga dalam suatu konteks profesional, menjaga/melindungi kemampuan untuk membuat keputusan profesional yang bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas serta konflik kepentingan.
(5) Kewajaran/keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan, memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaa, serta tidak bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain.
(6) Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
(7) Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat orang lain, kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, tidak merendahkan dan mempermalukan martabat orang lain.
(8) Warga negara yang bertanggung jawab, yaitu selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan.
(9) Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal, baik dalam pertemuan pesonal maupun pertanggungjawaban profesional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan terbaik, dan mengembangkan serta mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
(10) Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya serta selalu memberi contoh.

etika bisnis perusahaan

Written by Endang Sungkawati
Saturday, 05 December 2009
Stansar Etika dapat dipertahankan melalui:
(1) Ciptakan kepercayaan perusahaan. Kepercayaan perusahaan dalam menetapkan nilai-nilai perusahaan yang mendasari tanggung jawab etika bagi pemilik kepentingan.
(2) Kembangkan kode etik. Kode etik merupakan suatu catatan tentang standar tingkah laku dan prinsip-prinsip etika yang diharapkan perusahaan dari karyawan.
(3) Jalankan kode etik secara adil dan konsisten. Manajer harus mengambil tindakan apabila mereka melanggar etika. Bila karyawan mengetahui bahwa yang melanggar etika tidak dihukum, maka kode etik menjadi tidak berarti apa-apa.
(4) Lindungi hak perorangan. Akhir dari semua keputusan setiap etika sangat bergantung pada individu. Melindungi seseorang dengan kekuatan prinsip morl dan nilainya merupakan jaminan terbaik untuk menghindari untuk menghindari penyimpangan etika. Untuk membuat keputusan etika seseorang harus memiliki: (a) Komitmen etika, yaitu tekad seseorang untuk bertindak secara etis dan melakukan sesuatu yang benar; (b) Kesadaran etika, yaitu kemampuan kompetensi, yaitu kemampuan untuk menggunakan suara pikiran moral dan mengembangkan strategi pemecahan masalah secara praktis.
(5) Adakan pelatihan etika. Workshop merupakan alat untuk meningkatkan kesadaran para karyawan.
(6) Lakukan audit etika secara periodik. Audit merupakan cara terbaik untuk mengevaluasi efektivitas sistem etika. Hasil evaluasi tersebut akan memberikan suatu sinyal kepada karyawan bahwa etika bukan sekadar gurauan.
(7) Pertahankan standar tinggi tentang tingkah laku, tidak hanya aturan. Tidak ada seorang pun yang dapat mengatur norma dan etika. Akan tetapi, manajer bisa saja membolehkan orang untuk mengetahui tingkat penampilan yang mereka harapkan. Standar tingkah laku sangat penting untuk menekankan betapa pentingnya etika dalam organisasi. Setiap karyawan harus mengetahui bahwa etika tidak bisa dinegosiasi atau ditawar.
(8) Hindari contoh etika yang tercela setiap saat dan etika diawali dari atasan. Atasan harus memberi contoh dan menaruh kepercayaan kepada bawahannya.
(9) Ciptakan budaya yang menekankan komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah sangat penting, yaitu untuk menginformasikan barang dan jasa yang kita hasilkan dan menerima aspirasi untuk perbaikan perusahaan.
(10) Libatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika. Para karyawan diberi kesempatan untuk memberikan umpan balik tentang bagaimana standar etika dipertahankan.
Selain etika, yang tidak kalah pentingnya adalah pertanggungjawaban sosial perusahaan. Eika sangat berpengaruh terhadap tingkah laku individual. Tanggung jawab sosial mencoba menjembatani komitmen individu dan kelompok dalam suatu lingkungan sosial, seperti pelanggan, perusahaan lain, karyawan, dan investor. Tanggung jawab sosial menyeimbangkan komitmen-komitmen yang berbeda. Menurut Zimmerer, ada beberapa macam pertanggungjawaban perusahaan, yaitu:
(1) Tanggung jawab terhadap lingkungan. Perusahaan harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus memerhatikan, melestarikan, dan menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah yang mencemari lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah yang merusak lingkungan, dan menjalin komunikasi dengan kelompok masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya.
(2) Tanggung jawab terhadap karyawan. Semua aktivitas manajemen sumber daya manusia seperti peneriman karyawan baru, pengupahan, pelatihan, promosi, dan kompensasi merupakan tanggung jawaab perusahaan terhadap karyawan. Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat dilakukan dengan cara:
(a) Mendengarkan dan menghormati pendapat karyawan.
(b) Meminta input kepada karyawan.
(c) Memberikan umpan balik positif maupun negatif.
(d) Selalu menekankan tentang kepercayaan kepada karyawan.
(e) Membiarkan karyawan mengetahui apa yang sebenarnya mereka harapkan.
(f) Memberikan imbalan kepada karyawan yang bekerja dengan baik.
(g) Memberi kepercayaan kepada karyawan.
(3) Tanggung jawab terhadap pelanggan. Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pelanggan menurut Ronald J. Ebert (2000:88) ada dua kategori, yaitu (1) Menyediakan barang dan jasa yang berkualitas; dan (2) Memberikan harga produk dan jasa yang adil dan wajar. Tanggung jawab sosial perusahaan juga termasuk melindungi hak-hak pelanggan. Menurutnya, ada empat hak pelanggan, yaitu:
(a) Hak mendapatkan produk yang aman.
(b) Hak mendapatkan informasi segala aspek produk.
(c) Hak untuk didengar.
(d) Hak memilih apa yang akan dibeli.
Sedangkan menurut Zimmerer (1996), hak-hak pelanggan yang harus dilindungi meliputi:
(a) Hak keamanan. Barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan harus berkualitas dan memberikan rasa aman, demikian juga kemasannya.
(b) Hak mengetahui. Konsumen berhak untuk mengetahui barang dan jasa yang mereka beli, termasuk perusahaan yang menghasilkan barang tersebut.
(c) Hak untuk didengar. Komunikasi dua arah harus dibentuk, yaitu untuk menyalurkan keluhan produk dan jasa dari konsumen dan untuk menyampaikan berbagai informasi barang dan jasa dari perusahaan.
(d) Hak atas pendidikan. Pelanggan berhak atas pendidikan, misalnya pendidikan tentang bagaimana menggunakan dan memelihara produk. Perusahaan harus menyediakan program pendidikan agar pelanggan memperoleh informasi barang dan jasa yang akan dibelinya.
(e) Hak untuk memilih. Hal terpenting dalam persaingan adalah memberikan hak untuk memilih barang dan jasa yang mereka perlukan. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tidak mengganggu persaingan dan mengabaikan undang-undang antimonopoli (antitrust).
(4) Tanggung jawab terhadap investor. Tanggung jawab perusahaan terhadap investor adalah menyediakan pengembalian investasi yang menarik, seperti memaksimumkan laba. Selain itu, perusahaan juga bertanggung jawab untuk melaporkan kinerja keuangan kepada investor seakurat mungkin.
Tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya, misalnya menyediakan pekerjaan dan menciptakan kesehatan serta kontribusi terhadap masyarakat yang berada di sekitar lokasi perusahaan tersebut berada

etika bisnis dan profesi

Tugas Etika Bisnis dan Profesi: Isu Signifikan dalam Dunia Bisnis dan Profesi

Posted October 29th, 2009 by gietzuke_nanbu
LATAR BELAKANG DUNIA BISNIS
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?
Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnisyang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubunganyang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukumyang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.
2. AKTIVITAS BISNIS INTERNASIONAL – MASALAH BUDAYA
Bagaimana cara dan perilaku manusia melakukan sesuatu serta bagaimana suatu kelompok individu membentuk kebiasaan. Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi. Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
3. AKUNTABILITAS SOSIAL
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
a. Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan
b. Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
c. Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
1. Menentukan biaya dan manfaat sosial
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik
2. Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat
Saat aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial ditentukan dan kerugian serta kontribusi
3. Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.
Tanggung Jawab Sosial Bisnis
Dunia bisnis hidup ditengah-tengah masyarakat, kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu ada suatu tanggungjawab social yang dipikul oleh bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang memperhatikan lingkungan.
Banyak timbul perbedaan pendapat mengenai bahwa tanggungjawab bisnis hanya terbatas sampai menghasilakan barang dan jasa buat konsumen dengan harga yang murah, atau juga ada yang mengatakan tanggungjawab bisnis adalah jangan mengambil keuntungan besar, tetapi yang sewajarnya.
Dalam dunia bisnis juga semua orang tidak mengharapkan memperoleh perlakuan tidak jujur dari sesamanya, banyak praktik manipulasi tidak akan terjadi jika dilandasi dengan moral tinggi. Moral dan tingkat kejujuran rendah akan menghancurkan tata nilai etika bisnis itu sendiri, karena masalahnya nilai etika hanya ada di dalam hati nurani seseorang. Etika mempunyai kendali intern dalam hati, berbeda dengan hokum yang mempunyai unsur paksaan ekstern. Akan tetapi bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bidang bisnis yang dilandasi oleh rasa keagamaan mendalam akan mengetahui bahwa perilaku jujur akan memberikan kepuasan tersendiri dalam kehidupannya baik dalam duniawi maupun akhirat.
3. MANAJEMEN KRISIS
Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja. Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai new corporate discipline. Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Pendekatan yang dikelola dengan baik sebagai respon terhadap kejadian itu terbukti secara signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan organisasi melewati masa krisis.
Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis
Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :
1. Situasi darurat (emergency response),
2. Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery),
3. Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
4. Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption),
5. Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
6. Manajemen krisis (crisis management).
Penanganan Krisis
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Dalam menghadapi krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui tujuan dan strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan tunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan baik. Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.

etika dalam tempat kerja

ETIKA DALAM TEMPAT KERJA
Dunia kerja memang menyimpan banyak sisi, secara positif orang memang menaruh harapan dari dunia kerja yaitu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Namun tuntutan pekerjaan pun bila tidak dihadapi dengan baik dapat membawa tekanan bagi pekerja sendiri. Menyikapi hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan fenomena maraknya kegiatan eksekutif bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka mengikuti aktivitas keagamaan seperti tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya untuk mengkaji dan mengaplikasikan nilai-nilai luhuryang selama ini kerap hilang dari dunia kerja.
Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi.
Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukurdari kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerjayang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatanyang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1. Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2. Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3. Etika dalam hubungan dengan publik
Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.
Posted October 29th, 2009 by gietzuke_nanbu

benturan kepentingan dalam etika bisnis

Posted October 29th, 2009 by gietzuke_nanbu

BENTURAN KEPENTINGAN
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan.
Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus menghindari investasi, asosiasi atau hubungan lain yang akan mengganggu, atau terlihat dapat mengganggu, dengan penilaian baik mereka berkenaan dengan kepentingan terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul manakala personil mengambil tindakan atau memiliki kepentinganyang dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan efektif.
Benturan kepentingan juga muncul manakala seorang karyawan, petugas atau direktur, atau seorang anggota dari keluarganya, menerima tunjangan pribadi yang tidak layak sebagai akibat dari kedudukannya dalam perusahaan. Apabila situasi semacam itu muncul, atau apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi merupakan benturan kepentingan, ia harus segera melaporkan hal-hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan benturan kepentingan, mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan tersebut kepada komite pemeriksa.
Berikut ini merupakan berberapa contoh upaya perusahaan / organisasi dalam menghindari benturan kepentingan :
1. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.
2. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemeliharaan.
4. Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
5. Menghormati hak setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.
6. Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan dan atau kegiatan-kegiatan di luar pekerjaan dari perusahaan, yaitu:
• Kepada atasan langsung bagi karyawan,
• Kepada Pemegang Saham bagi Komisaris, dan
• Kepada Komisaris dan Pemegang Saham bagi Direksi.
7. Menghindarkan diri dari memiliki suatu kepentingan baik keuangan maupun non-keuangan pada organisasi / perusahaan yang merupakan pesaing, antara lain :
• Menghindari situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan atau spekulasi atau kecurigaan akan adanya benturan kepentingan.
• Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan (potensi) benturan kepentingan pada suatu kontrak atau sebelum kontrak tersebut disetujui.
• Tidak akan melakukan investasi atau ikatan bisnis pada individu dan pihak lain yang mempunyai keterkaitan bisnis dengan baik secara langsung maupun tidak langsung.
8. Tidak akan memegang jabatan pada lembaga-lembaga atau institusi lain di luar perusahaan dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.